Minggu, 16 November 2014

Paper Franchise (studi kasus Carrefour)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Perkembangan usaha melalui sistem franchise (waralaba) di Indonesia saat ini mulai tumbuh dengan pesat. Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi, franchise merupakan alternatif lain di samping saluran konvensional yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini memungkinkan untuk mengembangkan saluran eceran yang berhasil tanpa harus membutuhkan investasi besar-besaran dari perusahaan induknya. Bisnis francishing bagaimanpun bentuknya, bertujuan untuk memperpanjang atau memperlebar dunia bisnis dan industri. Hal ini tidak dapat disamakan dengan bisnis penyewaan seragam ataupun dokter gigi. Aktivitas ini dapat digunakan di banyak kegiatan ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena ada manufacturer, proses, dan/atau distribusi barang-barang atau usaha pemberian jasa.
Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara, penjualan barang dan jasa melalui model franchising tumbuh dengan pesat sejak tahun 1950-an. Di Amerika Serikat misalnya, banyaknya bentuk franchising terdapat lebih dari tiga digit retail sales yang berkembang. Di Australia diperkirakan banyaknya franchise fast food untuk 90% atau lebih dari total penjualan dalam suatu pasar. Ini semua merupakan laporan yang setidaknya mewakili bahwa franchising dipraktikkan secara bersamaan oleh lebih dari 70 negara di selurug negara (Suyud Margono dan Amir Angkasa, 2002: 67).
Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi kedua”, yang biasa disebut dengan ”format bisnis franchise”. Dalam hal ini, franchisor menyediakan paket yang mencakup pengetahuan (know-how) dari usahanya (Wirjono Prodjodikoro, 1992: 11). Prosedur operasi penyediaan produk dan cara promosi penjualan. Sedangkan franchisee umumnya membayar sejumlah uang kepada franchisor dan menyediakan dana untuk menyiapkan toko, mengadakan sediaan, membeli peralatan, dan membayar royalty.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Tinjauan Umum tentang Franchise
1.         Peristilahan dan Definisi Franchise
Franchise dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah waralaba. Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari penghambaan atau perbudakan. Bila dihubungkan dalam konteks usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sehingga pewaralabaan (franchising) merupakan suatu aktivitas dengan sistem waralaba (franchise) yaitu suatu sistem keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) (Iman Sjahputra Tunggal, 2004:1). Sedangkan PH Collin (Gunawan Widjaja, 2001:7) dalam Law dictionary mendefinisikan Franchise sebagai “Lisence to trade using a brand name and paying a royalty for it” dan Frachising untuk pewaralabaan didefinisikan sebagai “Act of selling a lisence to trade as a franchise”. Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian waralaba dengan imbalan royalti.
Berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary, Franchise didefinisikan sebagai:
A special privilege granted or sold, such as to use name or to sell products or services. In its simple terms, a franchise is a licence from owner of a trademark or trade name permitting another to sell a product or service under that name or mark. More broadly stated, a franchise has involved into an elaborate agreement under which the franchisee undertakes to conduct a business or sell a product or service in accordance with methods and procedures prescribed by the franchisor, and the franchisor undertakes to assist the franchisee trough advertising, promotion and other advisory services.

Pada rumusan tersebut ditunjukan waralaba menekankan pada pemberian hak untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang franchisor (pemberi waralaba) di mana pihak franchisee (penerima waralaba) berkewajiban untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan kewajiban pemenuhan standar dari pemberi waralaba, pemberi waralaba akan memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar penerima waralaba dapat menjalankan usaha dengan baik. Menurut Black’s Law Dictionary, pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu franchisee agreement (Gunawan Widjaja, 2001:7).
Menurut IFA (International Franchise Association) Franchise atau Waralaba merupakan : “…Continuing relationship in which the franchisor provides a licensed privilege to do business, plus assistance in organizing, training, merchandising and management…” . Waralaba adalah suatu hubungan yang terus menerus dimana franchisor memberikan ijin istimewa untuk melakukan bisnis beserta bantuan untuk mengorganisir, melatih, menjual dan mengatur.
Kata “Waralaba” kali pertama diperkenalkan oleh lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata Franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep franchise. Dalam konteks bisnis, Franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu (Lindawaty S. Sewu, 2004:12).

2.   Tipe-Tipe Waralaba
Mencermati perkembangan dan penggolongan usaha waralaba, menurut Iman Sjahputra Tunggal, berikut dapat disebutkan beberapa tipe usaha waralaba, antara lain;
a.   Product Franchising (trade name-franchising)
Dalam pengaturan ini, dealer diberi hak untuk mendistribusikan produk untuk pabrikan. Untuk hak tersebut, dealer (franchisee/penerima waralaba) membayar fee untuk hak menjual kepada produsen (franchisor/pemberi waralaba)
b.   Manufacturing franchising (Product-distribution franchising)
Pengaturan ini sering digunakan dalam industri minuman ringan (Pepsi, Coca-Cola). Dengan menggunakan ini franchisor memberi dealer (bottler) hak ekslusif memproduksi dan mendistribusikan produk di daerah tertentu.
c.   Business-format franchising (Pure/comprehensive franchising)
Yaitu suatu pengaturan dengan jalan franchisor menawarkan serangkaian jasa yang luas kepada franchisee, mencakup pemasaran, advertensi, perencanaan strategi, pelatihan, produksi dari manual dan standar operasi (Iman Sjahputra Tunggal, 2004:16).
Ada dua tipe dasar waralaba, pertama adalah Waralaba Produk, dimana pada waralaba tipe ini penerima waralaba menjual suatu produk manufaktur atau mendistribusikan barang-barang yang diproduksi oleh pemberi waralaba. Tipe yang kedua adalah Waralaba Rencana Usaha, yaitu suatu jasa atau rencana usaha yang dijadikan elemen utama untuk dijual. .
Menurut IFA (Intenational Franchise Association) terdapat 4 jenis Franchise mendasar yang biasa digunakan di Amerika Serikat.
1)   Product Franchise
Produsen menggunakan produk waralaba untuk mengatur bagaimana cara pedagang eceran menjual produk yang dihasilkan oleh produsen. Produsen memberikan hak kepada pemilik toko untuk mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus membayar biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik dari hak-hak ini. Contoh terbaik dari jenis waralaba ini adalah toko ban yang menjual produk dari franchisor atau pemberi waralaba, menggunakan nama dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan oleh franchisor atau pemberi waralaba.
2)   Manufacturing Franchises
Jenis waralaba ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek pemberi waralaba (Franchisor). Jenis Waralaba ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman. Kebanyakan pembuat minuman botol menerima waralaba dari perusahaan dan harus menggunakan bahan baku yang sama jenisnya seperti yang digunakan oleh pemberi waralaba untuk memproduksi, mengemas dalam botol dan mendistrubusikan minuman tersebut.
3)   Business Opportunity Ventures
Bentuk ini secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan mendistribusikan produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus menyediakan pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal-baliknya pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai kompensasinya.
4)   Business Format Francising
Ini merupakan bentuk waralaba yang paling populer, di dalam praktek. Melalui pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti untuk mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan merek dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan menyediakan sejumlah bantuan tertentu bagi pemilik bisnis untuk memulai dan mengatur perusahaan. Sebaliknya, pemilik bisnis membayar sejumlah biaya atau royalty. Terkadang perusahaan juga mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari perusahaan.

3. Perkembangan Perusahaan Retail Sistem Franchise di Indonesia
Di Indonesia, franchise atau yang lebih dikenal dengan waralaba sudah dikenal sejak sekitar tahun 1970-an, hal ini terbukti dengan masuknya restoran-restoran sengan penyajian pelayanan cepat (fast food), seperti Kentucky Fried Chicken dan Pizza Hut. Namun, sebelumnya sudah ada usaha franchise asing yang masuk ke Indonesia, seperti Hotel Hyatt, Hotel Sheraton, dan produksi minuman Coca-cola, tetapi usaha tersebut belum begitu dikenal masyarakat sebagai usaha franchise, karena konsumen baru dari kalangan tertentu saja. Kemudian sistem franchise mulai berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1980-an, terutama bisnis franchise dengan merek asing atau luar negeri. Pemerintah mengijinkan kegiatan usaha franchise ini dengan harapan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia.
Perkembangan perusahaan-perusahaan eceran di Indonesia dewasa ini sangat pesat. Hal ini dikarenakan bisnis ini merupakan usaha yang memiliki prospek cerah, lebih-lebih di Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dengan kebutuhan yang besar pula. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bisnis eceran tersebut adalah Minimarket Alfamart dan Minimarket Indomaret yang dikelola dengan sistem franchise atau waralaba. Akhir-akhir ini memang sedang maraknya bisnis waralaba. Dengan konsep waralaba ini sebuah perusahaan bisa berkembang dengan sangat cepat. Perusahaan sebesar Mac Donald, KFC, starbuck, mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam skala nasional, perkembangan bisnis waralaba semacam minimarket atau retail juga sangat baik.

4.         Manfaat dan Keunggulan Serta Kelemahan Sistem Waralaba
            Sistem waralaba sebagai strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi dan ingin berusaha sendiri, selain memberi keuntungan kepada pelaku usaha tersebut (Pemberi dan Penerima waralaba) juga memberikan manfaat yang lebih luas dalam dunia perekonomian.
            Seperti yang dikatakan oleh Anang Sukandar, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia dalam seminar di Universitas Gajah Mada, 2 Oktober 2004, bahwa ada beberapa manfaat luas dari sistim usaha waralaba, yakni:
a.         Menggiatkan perekonomian
b.         Menciptakan lapangan pekerjaan
c.         Secara konsisten menjaga mutu/ produk/jasa yang ditawarkan.
d.         Memberi pemerataan kesempatan pada semua pihak.
            Dijelaskan pula oleh Anang Sukandar dalam bukunya yang berjudul Franchising di Indonesia, bahwa keunggulan dari pola franchise dapat dilihat dari peningkatan efektivitas dan efisiensi dari operasinya melalui jaringan yang terbentuk dan mendapatkan efek skala ekonomi, karena pembelian dalam partai besar, berpromosi dan memasarkan dalam skala yang besar pula.

Tabel 1.1
Keuntungan dan KelemahanWaralaba
Keuntungan Waralaba
Kelemahan Waralaba
a)      Manajemen bisnis telah terbangun
a)     Sangat terikat dengan supplier
b)      Sudah dikenal masyarakat
b)    Ketergantungan pada reputasi waralaba lain
c)      Manajemen finansial yang lebih mudah
c)     Biaya waralaba
d)     Dukungan dan keamanan yang lebih kuat
d)    Pemotongan keuntungan (royalty,pajak)

B.  Perusahaan Franchise  (Carefour di Indonesia)
  1. Sejarah Carrefour
                  Carrefour di Indonesia hadir sejak tahun 1990 dengan membuka gerai pertama di Glodok Plaza pada Oktober 1991. Pada tahun 1995, Continent, sebagai perusahaan ritel Prancis, membuka gerai pertamanya di Pasar Festival. Pada tahun 1998, Carrefour dan Promodes (sebagai pemegang saham utama dari Continent) menggabungkan semua kegiatan usaha ritel di seluruh dunia dengan nama Carrefour. Hal tersebut menjadikan Carrefour sebagai ritel terbesar kedua di dunia.
            Sebagai bagian dari perusahaan global, PT. Carrefour Indonesia berusaha untuk memberikan standar pelayanan kelas dunia dalam industri ritel Indonesia. Carrefour Indonesia memperkenalkan konsep hipermarket dan menyediakan alternatif belanja baru di Indonesia bagi pelanggan Carrefour Indonesia. Carrefour menawarkan konsep “One-Stop Shopping” yang menawarkan tempat pilihan dengan produk yang beragam, harga murah, dan juga memberikan pelayanan terbaik sehingga melebihi harapan pelanggan.
            Saat ini, Carrefour sudah beroperasi di 100 gerai dan tersebar di 38 kota/kabupaten di  Indonesia. Sebagai salah satu pemain ritel terkemuka, Carrefour Indonesia berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan Carrefour di Indonesia.  72 juta pelanggan telah mengunjungi Carrefour di tahun 2010, naik dari 62 juta pelanggan di tahun sebelumnya.Carrefour sangat peduli terhadap kebutuhan pelanggan dengan menawarkan lebih dari 40.000 produk, sehingga pelanggan dapat memperoleh pilihan lengkap kebutuhan sehari-hari yang berkualitas baik dengan harga diskon di dalam lingkungan belanja yang nyaman.
            Carrefour Indonesia memiliki sekitar 28,000 karyawan langsung dan tidak langsung seperti SPGs, cleaning service, dll. Carrefour Indonesia telah bermitra dengan sekitar 4,000 pemasok yang hampir 70% adalah UKM (Usaha Kecil Menengah). Selain itu, dengan kehadiran Carrefour di Indonesia, Carrefour dapat membantu industri terkait seperti transportasi, logistik, konstruksi, pergudangan juga akan berkembang berkembang bersama Carrefour membangun negeri.
            Sejalan dengan program Pemerintah tentang Corporate Social Responsibility (CSR), Carrefour Indonesia terus mengembangkan program yang komprehensif, terpadu dan berkelanjutan, yaitu "Pojok Rakyat" yang sepenuhnya didukung oleh Departemen Perdagangan, Departemen Koperasi dan UMKM dan Departemen Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Carrefour Indonesia mengalokasikan "Pojok Rakyat" di sebuah lokasi khusus di 14 gerai yang tersebar di 7 kota (Jakarta, Palembang, Surabaya, Makassar, Bandung, Medan and Yogyakarta. Carrefour juga ikut menyediakan akses pasar dan kegiatan promosi untuk memastikan bahwa produk tersebut berhasil.
            Carrefour Indonesia juga telah memberikan kontribusi dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah di sektor Pertanian dengan membeli 95% produk dari pasar domestik, meningkatkan kehidupan petani dengan menjaga hubungan jangka panjang  dan memperluas akses pasar di gerai Carrefour Indonesia, meningkatkan perkembangan kualitas produk lokal dengan memperkenalkan metode pertanian modern dan lebih aman, misalnya pengembangan secara aktif penggunaan pupuk alami, dan menerapkan sistem kontrol pengelolaan air.
            Tahun ini, 13 tahun kehadiran di Indonesia, Carrefour terus mengembangkan cara untuk berkontribusi secara konsisten dan berkesinambungan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Carrefour Indonesia telah memberi kontribusi terhadap peningkatan pendapatan pajak nasional, mengatasi inflasi dengan menawarkan dan pelebaran akses masyarakat terhadap produk yang lebih terjangkau, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat konsumsi domestik dan daya beli pelanggan.
            Carrefour Indonesia berharap semua usaha dan kontribusi selama tahun-tahun 20 di Indonesia akan membawa Carrefour Indonesia untuk menjadi Perusahaan Retail Pilihan Keluarga Indonesia pada tahun 2012.
BAB III
PENUTUP

Ada tiga bentuk sistem waralaba, yaitu pertama, product franchise. Dalam bentuk yang dikenal pula dengan sebutan product distribution franchising atau franchising model perusahaan minuman Coca-Cola, franchisor memberikan kekeluasaan bagi para franchisee untuk memproduksi dan mendistribusikan lini produk tertentu dengan menggunakan nama merek dan sistem pemasaran yang ditentukan/dikembangkan oleh franchisor. Misalnya keagenan sepatu, mobil (Ford, Honda), pompa bensin, dan minuman ringan (Coca-Cola).
Bentuk kedua yang paling umum dan banyak berkembang dewasa ini adalah business format franchising (entrepreneurship franchising). Dalam bentuk ini, franchisor mengembangkan usahanya dengan membuka outlet yang dikelola oleh franchisee yang berminat membuka usaha dengannya. Franchising bentuk ini banyak berkembang di industri restoran siap santap (misalnya Kentucky Fried Chicken dan McDonald’s) serta toko retail, seperti Minimarket Indomaret dan Minimarket Alfamart.
Sedangkan bentuk ketiga adalah business opportunity venture. Franchisor merancang suatu sistem jalur distribusi, lalu franchisee mendistribusikan barang/jasa sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh franchisor. Produk/jasa yang didistribusikan tersebut bukanlah produk/jasa yang dihasilkan oleh franchisor. Contohnya adalah distribusi komponen kendaraan bermotor.









DAFTAR PUSTAKA

Gunawan Widjaja. 2001. Seri Hukum Bisnis Waralaba. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Iman Sjahputra Tunggal. 2004. Franchising Konsep dan Kasus. Jakarta: Harvarindo.
Lindawaty S.S. 2004. Franchise Pola Bisnis Spektakuler (Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi). Bandung: CV. Utomo.
Suyud Margono dan Amir Angkasa. 2002. Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: Gramedia.
Wirjono Prodjodikoro. 1992. Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu. Bandung: Sumur.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba.
www.Indomaret.co.id.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar