BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan usaha melalui sistem franchise (waralaba) di Indonesia saat ini mulai tumbuh dengan
pesat. Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi, franchise merupakan alternatif lain di samping saluran konvensional
yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini memungkinkan untuk mengembangkan
saluran eceran yang berhasil tanpa harus membutuhkan investasi besar-besaran
dari perusahaan induknya. Bisnis francishing
bagaimanpun bentuknya, bertujuan untuk memperpanjang atau memperlebar dunia
bisnis dan industri. Hal ini tidak dapat disamakan dengan bisnis penyewaan
seragam ataupun dokter gigi. Aktivitas ini dapat digunakan di banyak kegiatan
ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena ada manufacturer, proses, dan/atau distribusi barang-barang atau usaha
pemberian jasa.
Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara,
penjualan barang dan jasa melalui model franchising
tumbuh dengan pesat sejak tahun 1950-an. Di Amerika Serikat misalnya, banyaknya
bentuk franchising terdapat lebih
dari tiga digit retail sales yang
berkembang. Di Australia diperkirakan banyaknya franchise fast food untuk 90% atau lebih dari total penjualan dalam
suatu pasar. Ini semua merupakan laporan yang setidaknya mewakili bahwa franchising dipraktikkan secara
bersamaan oleh lebih dari 70 negara di selurug negara (Suyud Margono dan Amir
Angkasa, 2002: 67).
Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi kedua”, yang biasa disebut
dengan ”format bisnis franchise”.
Dalam hal ini, franchisor menyediakan
paket yang mencakup pengetahuan (know-how)
dari usahanya (Wirjono Prodjodikoro, 1992: 11). Prosedur operasi penyediaan
produk dan cara promosi penjualan. Sedangkan franchisee umumnya membayar sejumlah uang kepada franchisor dan menyediakan dana untuk
menyiapkan toko, mengadakan sediaan, membeli peralatan, dan membayar royalty.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum tentang Franchise
1. Peristilahan dan Definisi Franchise
Franchise dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah
waralaba. Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas
atau bebas dari penghambaan atau perbudakan. Bila dihubungkan dalam konteks
usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk
menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sehingga pewaralabaan
(franchising) merupakan suatu aktivitas dengan sistem waralaba (franchise)
yaitu suatu sistem keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi
waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) (Iman Sjahputra
Tunggal, 2004:1). Sedangkan PH Collin (Gunawan Widjaja, 2001:7) dalam Law
dictionary mendefinisikan Franchise sebagai “Lisence to trade using a
brand name and paying a royalty for it” dan Frachising untuk pewaralabaan
didefinisikan sebagai “Act of selling a lisence to trade as a franchise”.
Definisi tersebut menekankan pada pentingnya peran nama dagang dalam pemberian
waralaba dengan imbalan royalti.
Berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Black’s
Law Dictionary, Franchise didefinisikan sebagai:
A special
privilege granted or sold, such as to use name or to sell products or services.
In its simple terms, a franchise is a licence from owner of a trademark or
trade name permitting another to sell a product or service under that name or
mark. More broadly stated, a franchise has involved into an elaborate agreement
under which the franchisee undertakes to conduct a business or sell a product
or service in accordance with methods and procedures prescribed by the
franchisor, and the franchisor undertakes to assist the franchisee trough
advertising, promotion and other advisory services.
Pada rumusan tersebut ditunjukan waralaba menekankan pada pemberian hak
untuk menjual produk berupa barang atau jasa dengan memanfaatkan merek dagang franchisor
(pemberi waralaba) di mana pihak franchisee (penerima waralaba)
berkewajiban untuk mengikuti metode dan tata cara atau prosedur yang telah
ditetapkan oleh pemberi waralaba. Dalam kaitannya dengan pemberian izin dan
kewajiban pemenuhan standar dari pemberi waralaba, pemberi waralaba akan
memberikan bantuan pemasaran, promosi maupun bantuan teknis lainnya agar
penerima waralaba dapat menjalankan usaha dengan baik. Menurut Black’s Law
Dictionary, pemberian waralaba ini didasarkan pada suatu franchisee
agreement (Gunawan Widjaja, 2001:7).
Menurut IFA (International Franchise Association) Franchise atau Waralaba
merupakan : “…Continuing relationship in which the franchisor provides a
licensed privilege to do business, plus assistance in organizing, training, merchandising
and management…” . Waralaba adalah suatu hubungan yang terus menerus dimana
franchisor memberikan ijin istimewa untuk melakukan bisnis beserta
bantuan untuk mengorganisir, melatih, menjual dan mengatur.
Kata “Waralaba” kali pertama diperkenalkan oleh lembaga Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata Franchise. Amir Karamoy
menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep franchise.
Dalam konteks bisnis, Franchise berarti kebebasan untuk menjalankan
usaha secara mandiri di wilayah tertentu (Lindawaty S. Sewu, 2004:12).
2. Tipe-Tipe
Waralaba
Mencermati perkembangan dan penggolongan usaha
waralaba, menurut Iman Sjahputra Tunggal, berikut dapat disebutkan beberapa
tipe usaha waralaba, antara lain;
a. Product Franchising (trade
name-franchising)
Dalam
pengaturan ini, dealer diberi hak untuk mendistribusikan produk untuk
pabrikan. Untuk hak tersebut, dealer (franchisee/penerima waralaba)
membayar fee untuk hak menjual kepada produsen (franchisor/pemberi
waralaba)
b. Manufacturing franchising
(Product-distribution franchising)
Pengaturan ini
sering digunakan dalam industri minuman ringan (Pepsi, Coca-Cola). Dengan
menggunakan ini franchisor memberi dealer (bottler) hak
ekslusif memproduksi dan mendistribusikan produk di daerah tertentu.
c. Business-format
franchising (Pure/comprehensive franchising)
Yaitu
suatu pengaturan dengan jalan franchisor menawarkan serangkaian jasa
yang luas kepada franchisee, mencakup pemasaran, advertensi, perencanaan
strategi, pelatihan, produksi dari manual dan standar operasi (Iman
Sjahputra Tunggal, 2004:16).
Ada dua tipe dasar waralaba, pertama adalah Waralaba
Produk, dimana pada waralaba tipe ini penerima waralaba menjual suatu produk
manufaktur atau mendistribusikan barang-barang yang diproduksi oleh pemberi
waralaba. Tipe yang kedua adalah Waralaba Rencana Usaha, yaitu suatu jasa atau rencana
usaha yang dijadikan elemen utama untuk dijual. .
Menurut IFA (Intenational Franchise Association)
terdapat 4 jenis Franchise mendasar yang biasa digunakan di Amerika
Serikat.
1) Product
Franchise
Produsen
menggunakan produk waralaba untuk mengatur bagaimana cara pedagang eceran
menjual produk yang dihasilkan oleh produsen. Produsen memberikan hak kepada
pemilik toko untuk mendistribusikan barang-barang milik pabrik dan mengijinkan
pemilik toko untuk menggunakan nama dan merek dagang pabrik. Pemilik toko harus
membayar biaya atau membeli persediaan minimum sebagai timbal balik dari
hak-hak ini. Contoh terbaik dari jenis waralaba ini adalah toko ban yang
menjual produk dari franchisor atau pemberi waralaba, menggunakan nama
dagang, serta metode pemasaran yang ditetapkan oleh franchisor atau
pemberi waralaba.
2) Manufacturing
Franchises
Jenis
waralaba ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk
dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek
pemberi waralaba (Franchisor). Jenis Waralaba ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.
Kebanyakan pembuat minuman botol menerima waralaba dari perusahaan dan harus
menggunakan bahan baku yang sama jenisnya seperti yang digunakan oleh pemberi
waralaba untuk memproduksi, mengemas dalam botol dan mendistrubusikan minuman
tersebut.
3) Business
Opportunity Ventures
Bentuk ini
secara khusus mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli dan mendistribusikan
produk-produk dari suatu perusahaan tertentu. Perusahaan harus menyediakan
pelanggan atau rekening bagi pemilik bisnis, dan sebagai timbal-baliknya
pemilik bisnis harus membayarkan suatu biaya atau prestasi sebagai
kompensasinya.
4) Business
Format Francising
Ini
merupakan bentuk waralaba yang paling populer, di dalam praktek. Melalui
pendekatan ini, perusahaan menyediakan suatu metode yang telah terbukti untuk
mengoperasikan bisnis bagi pemilik bisnis dengan menggunakan nama dan merek
dagang dari perusahaan. Umumnya perusahaan menyediakan sejumlah bantuan
tertentu bagi pemilik bisnis untuk memulai dan mengatur perusahaan. Sebaliknya,
pemilik bisnis membayar sejumlah biaya atau royalty. Terkadang
perusahaan juga mengharuskan pemilik bisnis untuk membeli persediaan dari perusahaan.
3. Perkembangan Perusahaan Retail Sistem Franchise
di Indonesia
Di Indonesia, franchise atau yang lebih dikenal dengan
waralaba sudah dikenal sejak sekitar tahun 1970-an, hal ini terbukti dengan
masuknya restoran-restoran sengan penyajian pelayanan cepat (fast food), seperti Kentucky Fried
Chicken dan Pizza Hut. Namun, sebelumnya sudah ada usaha franchise asing yang masuk ke Indonesia, seperti Hotel Hyatt, Hotel
Sheraton, dan produksi minuman Coca-cola, tetapi usaha tersebut belum begitu
dikenal masyarakat sebagai usaha franchise,
karena konsumen baru dari kalangan tertentu saja. Kemudian sistem franchise mulai berkembang pesat di
Indonesia sejak tahun 1980-an, terutama bisnis franchise dengan merek asing atau luar negeri. Pemerintah
mengijinkan kegiatan usaha franchise ini
dengan harapan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia.
Perkembangan
perusahaan-perusahaan eceran di Indonesia dewasa ini sangat pesat. Hal ini
dikarenakan bisnis ini merupakan usaha yang memiliki prospek cerah, lebih-lebih
di Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dengan kebutuhan yang besar
pula. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bisnis eceran tersebut adalah
Minimarket Alfamart dan Minimarket Indomaret yang dikelola dengan sistem franchise atau waralaba. Akhir-akhir ini memang sedang maraknya
bisnis waralaba. Dengan konsep waralaba ini sebuah perusahaan bisa berkembang
dengan sangat cepat. Perusahaan sebesar Mac Donald, KFC, starbuck, mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat. Dalam skala nasional, perkembangan bisnis
waralaba semacam minimarket atau retail juga sangat baik.
4. Manfaat
dan Keunggulan Serta Kelemahan Sistem Waralaba
Sistem waralaba sebagai strategi
perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak
ketiga yang serasi dan ingin berusaha sendiri, selain memberi keuntungan kepada
pelaku usaha tersebut (Pemberi dan Penerima waralaba) juga memberikan manfaat
yang lebih luas dalam dunia perekonomian.
Seperti yang dikatakan oleh Anang
Sukandar, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia dalam seminar di Universitas Gajah
Mada, 2 Oktober 2004, bahwa ada beberapa manfaat luas dari sistim usaha
waralaba, yakni:
a. Menggiatkan
perekonomian
b. Menciptakan
lapangan pekerjaan
c. Secara
konsisten menjaga mutu/ produk/jasa yang ditawarkan.
d. Memberi
pemerataan kesempatan pada semua pihak.
Dijelaskan pula oleh Anang Sukandar
dalam bukunya yang berjudul Franchising di Indonesia, bahwa keunggulan
dari pola franchise dapat dilihat dari peningkatan efektivitas dan
efisiensi dari operasinya melalui jaringan yang terbentuk dan mendapatkan efek
skala ekonomi, karena pembelian dalam partai besar, berpromosi dan memasarkan
dalam skala yang besar pula.
Tabel 1.1
Keuntungan dan
KelemahanWaralaba
Keuntungan
Waralaba
|
Kelemahan
Waralaba
|
a)
Manajemen bisnis telah terbangun
|
a) Sangat
terikat dengan supplier
|
b)
Sudah dikenal masyarakat
|
b)
Ketergantungan pada reputasi waralaba lain
|
c)
Manajemen finansial yang lebih mudah
|
c) Biaya
waralaba
|
d)
Dukungan dan keamanan yang lebih kuat
|
d) Pemotongan
keuntungan (royalty,pajak)
|
B. Perusahaan Franchise (Carefour
di Indonesia)
- Sejarah Carrefour
Carrefour di Indonesia hadir sejak
tahun 1990 dengan membuka gerai pertama di Glodok Plaza pada Oktober 1991. Pada
tahun 1995, Continent, sebagai perusahaan ritel Prancis, membuka gerai
pertamanya di Pasar Festival. Pada tahun 1998, Carrefour dan Promodes (sebagai
pemegang saham utama dari Continent) menggabungkan semua kegiatan usaha ritel
di seluruh dunia dengan nama Carrefour. Hal tersebut menjadikan Carrefour
sebagai ritel terbesar kedua di dunia.
Sebagai bagian dari
perusahaan global, PT. Carrefour Indonesia berusaha untuk memberikan standar
pelayanan kelas dunia dalam industri ritel Indonesia. Carrefour Indonesia
memperkenalkan konsep hipermarket dan menyediakan alternatif belanja baru di
Indonesia bagi pelanggan Carrefour Indonesia. Carrefour menawarkan konsep
“One-Stop Shopping” yang menawarkan tempat pilihan dengan produk yang beragam,
harga murah, dan juga memberikan pelayanan terbaik sehingga melebihi harapan
pelanggan.
Saat ini, Carrefour
sudah beroperasi di 100 gerai dan tersebar di 38 kota/kabupaten di
Indonesia. Sebagai salah satu pemain ritel terkemuka, Carrefour Indonesia
berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan Carrefour di
Indonesia. 72 juta pelanggan telah mengunjungi Carrefour di tahun 2010,
naik dari 62 juta pelanggan di tahun sebelumnya.Carrefour sangat peduli
terhadap kebutuhan pelanggan dengan menawarkan lebih dari 40.000 produk,
sehingga pelanggan dapat memperoleh pilihan lengkap kebutuhan sehari-hari yang
berkualitas baik dengan harga diskon di dalam lingkungan belanja yang nyaman.
Carrefour Indonesia
memiliki sekitar 28,000 karyawan langsung dan tidak langsung seperti SPGs,
cleaning service, dll. Carrefour Indonesia telah bermitra dengan sekitar 4,000
pemasok yang hampir 70% adalah UKM (Usaha Kecil Menengah). Selain itu, dengan
kehadiran Carrefour di Indonesia, Carrefour dapat membantu industri terkait
seperti transportasi, logistik, konstruksi, pergudangan juga akan berkembang
berkembang bersama Carrefour membangun negeri.
Sejalan dengan program Pemerintah tentang Corporate Social Responsibility (CSR), Carrefour Indonesia terus mengembangkan program yang komprehensif, terpadu dan berkelanjutan, yaitu "Pojok Rakyat" yang sepenuhnya didukung oleh Departemen Perdagangan, Departemen Koperasi dan UMKM dan Departemen Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Carrefour Indonesia mengalokasikan "Pojok Rakyat" di sebuah lokasi khusus di 14 gerai yang tersebar di 7 kota (Jakarta, Palembang, Surabaya, Makassar, Bandung, Medan and Yogyakarta. Carrefour juga ikut menyediakan akses pasar dan kegiatan promosi untuk memastikan bahwa produk tersebut berhasil.
Sejalan dengan program Pemerintah tentang Corporate Social Responsibility (CSR), Carrefour Indonesia terus mengembangkan program yang komprehensif, terpadu dan berkelanjutan, yaitu "Pojok Rakyat" yang sepenuhnya didukung oleh Departemen Perdagangan, Departemen Koperasi dan UMKM dan Departemen Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia. Carrefour Indonesia mengalokasikan "Pojok Rakyat" di sebuah lokasi khusus di 14 gerai yang tersebar di 7 kota (Jakarta, Palembang, Surabaya, Makassar, Bandung, Medan and Yogyakarta. Carrefour juga ikut menyediakan akses pasar dan kegiatan promosi untuk memastikan bahwa produk tersebut berhasil.
Carrefour Indonesia
juga telah memberikan kontribusi dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan
daerah di sektor Pertanian dengan membeli 95% produk dari pasar domestik,
meningkatkan kehidupan petani dengan menjaga hubungan jangka panjang dan
memperluas akses pasar di gerai Carrefour Indonesia, meningkatkan perkembangan
kualitas produk lokal dengan memperkenalkan metode pertanian modern dan lebih
aman, misalnya pengembangan secara aktif penggunaan pupuk alami, dan menerapkan
sistem kontrol pengelolaan air.
Tahun ini, 13 tahun
kehadiran di Indonesia, Carrefour terus mengembangkan cara untuk berkontribusi
secara konsisten dan berkesinambungan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Carrefour Indonesia telah memberi kontribusi terhadap peningkatan pendapatan
pajak nasional, mengatasi inflasi dengan menawarkan dan pelebaran akses
masyarakat terhadap produk yang lebih terjangkau, yang pada gilirannya
meningkatkan tingkat konsumsi domestik dan daya beli pelanggan.
Carrefour Indonesia
berharap semua usaha dan kontribusi selama tahun-tahun 20 di Indonesia akan
membawa Carrefour Indonesia untuk menjadi Perusahaan Retail Pilihan Keluarga
Indonesia pada tahun 2012.
BAB III
PENUTUP
Ada tiga bentuk sistem waralaba, yaitu pertama, product
franchise. Dalam bentuk
yang dikenal pula dengan sebutan product distribution franchising atau franchising
model perusahaan minuman Coca-Cola, franchisor memberikan
kekeluasaan bagi para franchisee untuk memproduksi dan mendistribusikan
lini produk tertentu dengan menggunakan nama merek dan sistem pemasaran yang
ditentukan/dikembangkan oleh franchisor. Misalnya keagenan sepatu, mobil
(Ford, Honda), pompa bensin, dan minuman ringan (Coca-Cola).
Bentuk kedua yang paling umum dan banyak
berkembang dewasa ini adalah business format franchising (entrepreneurship franchising).
Dalam bentuk ini, franchisor mengembangkan usahanya dengan membuka
outlet yang dikelola oleh franchisee yang berminat membuka usaha
dengannya. Franchising bentuk ini banyak berkembang di industri restoran
siap santap (misalnya Kentucky Fried Chicken dan McDonald’s) serta toko retail,
seperti Minimarket Indomaret dan Minimarket Alfamart.
Sedangkan bentuk ketiga adalah business opportunity venture. Franchisor
merancang suatu sistem jalur distribusi, lalu franchisee mendistribusikan
barang/jasa sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh franchisor. Produk/jasa
yang didistribusikan tersebut bukanlah produk/jasa yang dihasilkan oleh franchisor.
Contohnya adalah distribusi komponen kendaraan bermotor.
DAFTAR
PUSTAKA
Gunawan Widjaja. 2001. Seri Hukum Bisnis Waralaba. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Iman Sjahputra Tunggal. 2004. Franchising Konsep dan Kasus. Jakarta: Harvarindo.
Lindawaty S.S. 2004. Franchise Pola Bisnis Spektakuler (Dalam Perspektif
Hukum dan Ekonomi). Bandung: CV. Utomo.
Suyud Margono dan Amir Angkasa. 2002. Komersialisasi
Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: Gramedia.
Wirjono Prodjodikoro. 1992. Hukum
Perdata tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu. Bandung: Sumur.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba.
www.Indomaret.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar