Kamis, 27 November 2014

Produk Bank Umum

Produk Bank Umum:
1. Produk disisi kewajiban neraca bank
Berupa dana masyarakat yang dihimpun oleh bank (funding) dalam bentuk :
> Giro ( Demand Deposit) :
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro (BG). Kepada pemegang rekening akan diberikan jasa giro (bunga). Jasa giro bagi bank merupakan dana murah karena bunganya relative rendah dibandingkan dengan bunga simpanan lainnya.
> Tabungan ( Saving) :
Simpanan pada bank yang penarikannya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan bank, dengan menggunakan slip penarikan atau ATM. Kepada pemegang rekening akan diberikan
bunga.
> Deposito ( Deposit ) :
Simpanan pada Bank yang memiliki jangka waktu tertentu, pencairannya dilakukan pada saat jatuh tempo simpanan . Kepada pemegang rekening akan diberikan bunga.
Jenis-Jenis Deposito :
  • Deposito Berjangka (time deposit) merupakan deposito yang diterbitkan atas nama deposan (Nasabah) baik individu maupun institusi untuk jangka waktu tertentu (1,3,6 ,12 bulan)
  • Sertifikat Deposito (Certificate of Deposit) merupakan deposito yang diterbitkan atas unjuk (tanpa nama) dalam bentuk sertifikat yang dapat diperjual belikan kepada pihak lain.
  • Deposit On Call : merupakan deposito yang berjangka waktu minimal 7 hari dan maksimal 1 bulan, diterbitkan atas nama deposan dalam jumlah minimal yang ditentukan oleh Bank. Pembayaran bunga dilakukan pada saat pencairan deposito. Sebelum deposito dicairkan, deposan membuat pemeritahuan  Kepada bank minimal 3 hari sebelum jatuh tempo.
2. Produk disisi aktiva neraca bank :
> Kredit yang diberikan (lending)
Jenis-Jenis Kredit :
  1. Kredit Modal Kerja : kredit yang diberikan kepada nasabah untuk
    keperluan modal usaha. Umumnya kredit ini mempunyai jangka waktu 1 tahun.
    Contoh : Kredit untuk membeli barang dagangan atau bahan baku, dan modal kerja lainnya
  2. Kredit Perdagangan: kredit yang diberikan kepada nasabah untuk memperbesar/memperlancar kegiatan perdagangan.
  3. Kredit Konsumtif : kredit yang diberikan kepada nasabah untuk keperluan konsumsi  Umumnya kredit ini mempunyai jangka waktu lebih dari 1 tahun.
    Contoh : Kredit pemilikan rumah, kredit pemilikan kendaraan dan barang-barang konsumsi lainnya.
  4. Kredit Investasi : kredit yang diberikan kepada nasabah untuk keperluan investasi. Umumnya kredit ini mempunyai jangka waktu yang relatif panjang (> 1 tahuan).
    Contoh : Kredit untuk membangun pabrik atau membeli peralatan pabrik.
  5. Kredit Profesi: kredit yang diberikan kepada kalangan profesional, seperti dokter, pengacara, guru dan lain-lain.
  6. Kredit Sindikasi : Kredit yang diberikan kepada debitur korporasi secara bersama-sama dengan beberapa bank lain, dengan kesepakatan dalam hal porsi masing-masing bank, suku bunga, porsi agunan.
  7. Kredit Program : Kredit yang diberikan bank dalam rangka memenuhi suatu program pemerintah, seperti Kredit UKM.
  8. Kredit off Shore : Fasilitas kredit yang diberikan bank luar negeri kepada debitur dalam negeri dalam mata valuta asing.
  9. Kredit on shore : Kredit yang diberikan kepada debitur oleh unit kredit bank dalam negeri dalam valuta asing.
Produk Jasa Lainnya
  • Kiriman Uang (transfer) : Jasa pengiriman uang via bank baik pada bank yang sama maupun bank lainnya. Pengiriman uang dapat dilakukan dengan tujuan dalam kota, luar kota maupun luar negeri. Khusus pengiriman uang luar negeri dilakukan melalui bank devisa. Kepada nasabah pengirim dikenakan biaya transfer.
  • RTGS (Real Time Gross Sattlement) : Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran (transfer atau kiriman uang) yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time &  lectronically processed.
  • Kliring (Clearing) : jasa penagihan warkat (cek atau bilyet giro) yang berasal dari dalam kota pada bank yang berlainan. Proses kliring membutuhkan waktu 1 hari kerja. Lembaga penyelenggara kliring adalah Bank Indonesia.
  • Inkaso (collection): Jasa penagihan warkat (cek atau Bilyet giro) yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Proses penagihan lewat inkaso tergantung dari jarak lokasi penagihan, umumnya 1 minggu sampai 1 bulan.
  • Safe Deposit Box (SDB) : Jasa penyewaan kotak pengaman untuk menyimpan surat-surat atau barang berharga milik nasabah. Kepada nasabah dikenakan biaya sewa yang besarnya tergantung dari ukuran box serta jangka waktu penyewaan.
  • Bank Cards (kartu Kredit, Kartu Debit, Kartu ATM) :
    - Kartu Kredit : kartu yang dikeluarkan oleh Bank dengan merk sendiri (BCA Card) atau merk dari institusi internasional (Visa, Master card, JCB, Diners Club) untuk tujuan pembayaran transaksi, barang/jasa, maupun penarikan uang tunai via ATM dengan sumber dana dari bank
    - Kartu Debit : Kartu yang dikeluarkan oleh Bank atau merk dari institusi internasional ( Visa Electron , Maestro, Cirrus) untuk tujuan pembayaran transaksi, maupun penarikan tunai via ATM, dengan sumber dana dari rekening nasabah.
    - Kartu ATM : Kartu yang digunakan untuk menarik uang tunai melalui mesin ATM
    ( Authomated Teller Mechanine) dengan sumber dana berasal dari rekening nasabah. Kartu ATM dikeluarkan oleh Bank atau bekerja sama dengan institusi international (Cirrus, Maestro) maupun institusi lokal ( ALTO) atau ATM bersama
    lainnya.
  • Bank Notes : jasa penukaran valuta asing, dalam jual beli bank notes , bank menggubakan kurs (nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing).
  • Bank Garansi (bank guarantee) : Jasa pemberian jaminan dalam rangka membiayaan suatu usaha , dengan bank garansi nasabah memperoleh fasilitas untuk melaksanakan kegiatannya dengan pihak lain.
  • Bank Draft : Wesel yang diterbitkan oleh bank kepada nasabah & dapat diperjual belikan jika nasabah membutuhkannya.
  • Letter of Credit (L/C): Surat kredit yang diberikan kepada
    importir untuk tujuan pembayaran transaksi import-ekspor.
    Jenis-Jenis L/C:
    - Revocable L/C : L/C yang dapat dibatalkan (diiubah) secara
    sepihak oleh pembuka L/C, tanpa pemberitahuan lebih dahulu.
    - Irrevocable L/C: L/C yang tidak dapat dibatalkan (diubah) tanpa
    persetujuan persetujuan para pihak yang terlibat didalam L/C
    - Sight L/C : L/C dengan syarat pembayaran langsung pada saat
    dokumen diajukan oleh Eksportir kepada advising bank.
    - Usance L/C : L/C dengan syarat pembayaran dalam tenggang
    waktu tertentu misalnya 1 bulan s/d maximum 6 bulan dari
    tanggal pengiriman barang atau penunjukan dokumen.
    Jenis-Jenis L/C:
    - Restricted L/C :L/C yang pembayarannya hanya dibatasi kepada
    bank-bank tertentu saja yang tercantum didalam L/C.
    - Unrestricted L/C : L/C yang membebaskan negosiasi dokumen di
    bank mana saja (tidak ada batasan kepada bank tertentu).
    - Red Clause L/C: L/C dimana bank pembuka memberi kuasa
    kepada bank pembayar untuk membayar dimuka kepada
    beneficiary, sebagian atau seluruh nilai L/C sebelum dokumen
    diajukan oleh beneficiary.
    - Transferable L/C : L/C yang memberikan hak kepada beneficiary
    untuk memindahkan sebagian (seluruh) nilai L/C kepada pihak
    lain.
    - Revolving L/C :L/C yang peggunaannya dapat dilakukan secara
    berulang-ulang.
    > Travellers Cheque :Cek perjalanan yang biasanya digunakan
    oleh para turis untuk pembayaran diberbagai tempat/akmodasi
    wisata seperti hotel, pusat perbelajaan maupun tempat hiburan.
    > Electronic Money : Alat pembayaran non tunai, seperti kartu
    prabayar. Pembayaran e money biasanya untuk transaksi yang
    nilainya kecil serta mempunyai frekuensi yang tinggi.
    Penerimaan Pembayaran :
    - Pembayaran Pajak
    - pembayaran listrik, telepon & air
    - Pembayarn uang kuliah
    - Pembayaran uang iuran, misalnya iuran TV Cable
    Melayani Pembayaran, seperti
    - Pembayaran gaji/upah/pensiun
    - Pembayaran Deviden
    - Pembayaran Kupon
    - Pembayaran bonus/hadiah
    Layanan penunjang pasar modal :
    - Guarantor
    - Trustee (wali amanat)
    - Custodian (penyimpanan & Admin. Efek)
Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
Titipan atau simpanan
  • Al-Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
  • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Bagi hasil
  • Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
  • Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
  • Al-Muzara’ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
  • Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara’ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Jual beli
  • Bai’ Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
  • Bai’ As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai’ as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
  • Bai’ Al-Istishna’, merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
Sewa
  • Al-Ijarah
  • Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik
Jasa
  • Al-Wakalah
  • Al-Kafalah
  • Al-Hawalah
  • Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.
  • Al-Qardh
Kesimpulan :

Kesimpulan saya kita bebas memilih bank mana yang sesuai dengan kita, bisa memilih bank syariah manupun bank umum, tidak terlalu banyak perbedaan.

Selasa, 25 November 2014

BALANCE OF PAYMENT
A.    Pengertian Balance of Payment
Balance of payment (Bop) atau neraca pembayaran (N/P) mencatat semua tansaksi sebuah negara dengan negara lain, yang meliputi transaksi internasional sebuah negara pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Bop memiliki dua komponen utama, yaitu :
1.      Current account (neraca berjalan), terdiri dari transaksi impor dan ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat sebagai kredit karena menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor dicatat sebagai debit karena “menghilangkan”/mengeluarkan devisa dari negara. Selain ekspor dan impor, transaksi lain yang termasuk dalam current account adalah pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral transfers.
2.      Financial account (dulunya disebut capital account), yang mencatat transaksi aset finansial, transfer pembayaran, piutang maupun utang internasional. Ini mencakup pencatatan akan FDI (foreign direct investment atau Penanaman Modal Asing/PMA), pembayaran dividen, cicilan hutang, bunga atau utang, pembelian surat berharga, saham, dan lain sebagainya. Financial account mengukur devisa masuk dan keluar seperti pada current account, dimana transaksi yang menghasilkan devisa dicatat sebagai kredit (capital inflow). Sebaliknya, transaksi yang mengakibatkan devisa keluar dari suatu negara dicatat sebagai debit (capital outflow).

Contoh transaksi yang menghasilkan devisa (kredit) pada financial account adalah : hutang luar negeri, FDI,  pembelian saham maupun obligasi dalam negeri oleh investor asing, dls. Semua transaksi ini mendatangkan devisa bagi negara. Misalnya transaksi berlangsung antara Indonesia-Amerika, maka cadangan dolar (devisa) Indonesia akan bertambah akibatnya adanya transaksi-transaksi diatas.
Sedangkan contoh transaksi yang mengurangi devisa (debit) pada financial account adalah : pembayaran cicilan hutang luar negeri,  pembayaran bunga dari hutang luar negeri, pembayaran dividen atas saham dalam negeri yang dimiliki investor asing, pembayaran bunga dan hutang obligasi yang jatuh tempo, pengiriman laba dari FDI atau investasi asing yang ditanamkan di dalam negeri, dls. Semua transaksi ini mengurangi devisa suatu negara.

Dua fitur utama financial account adalah :
1.      Capital inflow. Ini merupakan dana/modal yang masuk ke dalam suatu negara (dicatat sebagai kredit), misalnya melalui investasi asing (FDI), pembelian saham, obligasi, atau surat berharga lainnya. Capital inflow yang berkontribusi baik bagi perekonomian adalah yang dalam jangka panjang, misalnya melalui investasi modal riil (FDI) berupa pembangunan pabrik, pembelian mesin baru, dls. Sedangkan capital inflow jangka pendek sering juga disebut “hot money”, merupakan dana yang hanya singgah sebentar di suatu negara dan tidak berkontribusi langsung ke peningkatan output (GDP). Hot money biasanya hanya mencari keuntungan jangka pendek, misalnya dari pembelian saham.
2.      capital outflow. Ini merupakan dana/modal yang keluar dari suatu negara (dicatat sebagai debit), misalnya ada swasta/masyarakat yang melakukan investasi (baik FDI maupun pembelian saham dan surat berharga lainnya) di luar negeri, pembayaran cicilan hutang luar negeri, pembayaran bunga atas hutang luar negeri, dls.
Dalam suatu perekonomian, secara teoritis defisit atau surplus pada salah satu account diatas akan ditutupi oleh surplus/defisit pada account yang satunya. Dengan demikian, Bop dapat mencapai kondisi equilibrium/balanced/nol. perlu diperhatikan bahwa kondisi ekuilibrium ini dapat tercapai baik ketika net ekspor positif (surplus atau ekspor > impor) maupun negatif (defisit atau ekspor < impor).
Secara teoritis, jika current account mengalami defisit, yang berarti impor > ekspor, maka negara harus mencari devisa atau capital inflow untuk menutupi kekurangan tersebut. Seperti penjelasan diatas, capital inflow ini dapat diperoleh melalui FDI, penjualan saham atau obligasi, maupun penjualan aset lainnya ke luar negeri. Dengan demikian, negara dapat memperoleh devisa untuk membayar impornya yang melebihi ekspor (karena devisa yang dihasilkan dari ekspor tidak mencukupi untuk membayar impornya yang lebih besar). Hal ini akan menambah (kredit) pada financial account, sehingga terjadi surplus sejumlah defisit pada current account. Hasilnya (secara teoritis), Bop akan tetap nol (ekuilibrium).
Sebaliknya, ketika current account surplus, negara memiliki kelebihan devisa. Devisa ini dapat dijadikan cadangan devisa (untuk membayar defisit di masa depan), diinvestasikan ataupun dipinjamkan ke negara lain. Secara teoritis, ini akan mengurangi (debit) pada financial account, sehingga terjadi defisit sejumlah surplus yang terjadi pada current account, sehingga Bop akan tetap nol (ekuilibrium).

B.     Defisit dan Surplus pada Current Account
Defisit pada current account tidak selalu berarti buruk, dan sebaliknya, surplus juga tidak selalu berarti baik. Pada zaman dulu, para ahli ekonomi dan negara selalu mengupayakan kondisi surplus dan menyebutnya sebagai “favorable condition”, sedangkan kondisi defisit disebut sebagai “unfavorable condition”. Sampai sekarang kaum merkantilis masih percaya mengenai hal tersebut. Namun para ahli ekonomi kini berpendapat lain. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah penyebab terjadinya defisit atau surplus tersebut. Ada beberapa kondisi yang mungkin dialami negara ketika current account-nya mengalami defisit :
1.       Konsumsi melebihi jumlah yang mampu diproduksi. Kondisi ini dalam jangka panjang akan membahayakan perekonomian karena defisit yang terjadi cenderung ditutupi dengan hutang luar negeri maupun penjualan aset ke luar negeri, yang akan membutuhkan “pembayaran” dimasa yang akan datang.
2.       Menurunnya “competitive advantage” produk suatu negara di negara lain. Hal ini biasanya disebabkan oleh harga yang lebih mahal. Harga yang lebih mahal membuat produk domestik kurang menarik bagi konsumen di negara lain. Ini terutama sering dikaitkan dengan kurs tukar. Kurs tukar yang terlalu kuat akan mengakibatkan harga produk suatu negara menjadi relatif mahal di luar negeri, sehingga konsumen luar negeri menjadi enggan untuk membeli.
Menurut para ahli, ada beberapa alasan mengapa kondisi current account yang defisit tidak perlu dikhawatirkan :
1.       JIka defisit current account didanai dengan capital inflow jangka panjang, maka ini dapat menguntungkan bagi ekonomi karena akan meningkatkan kapasitas produksi di negara tersebut.
2.       Di era globalisasi seperti sekarang ini, mencari dana untuk mendanai defisit tidaklah susah.
3.       Jika defisit sudah terlalu besar, maka akan mengakibatkan devaluasi pada mata uang sehingga dapat membantu mengurangi defisit. Ketika terjadi devaluasi, harga produk ekspor suatu negara akan relatif murah bagi konsumen di negara lain, sehingga permintaan ekspor akan bertambah. SEbaliknya, harga produk impor akan relatif lebih mahal di dalam negeri, sehingga permintaan produk impor akan berkurang.
Namun ada juga alasan-alasan mengapa kita perlu mengkhawatirkan kondisi current account yang defisit :
1.      Defisit yang terjadi dalam jangka panjang perlu diwaspadai karena membutuhkan pendanaan terus menerus. Pendanaan ini biasanya berupa pinjaman dari luar negeri (sehingga ada surplus pada financial account), yang tentu saja harus dikembalikan di masa depan., jika defisit yang terjadi melebihi 6% dari GDP, maka akan berbahaya jika negara bergantung pada aliran dana dari luar (capital inflow).
2.      Banyak negara tidak mampu meminjam dalam jumlah besar dan pada tingkat bunga yang rendah, apalagi jika tidak ada kepercayaan dari dunia internasional.  JIka ini yang terjadi, maka negara terpaksa harus menaikkan suku bunga agar dapat menarik dana dari investor asing, yang tentunya juga dapat mengakibatkan masalah baru bagi kondisi makro ekonomi didalam negeri.
3.      Defisit yang terlalu besar dapat menjadi tanda terjadinya ketidakseimbangan dalam ekonomi, kelemahan struktural, dan sektor produksi yang tidak ‘kompetitif”.  Biasanya ini mengakibatkan konsumsi yang melebihi produksi, sehingga diperlukan impor untuk menutupi kekurangan tersebut. Selain itu, pinjaman luar negeri yang dilakukan pemerintah juga dapat meningkatkan permintaan agregat, sehingga permintaan konsumsi impor ikut bertambah.
4.      Defisit pada current account cenderung akan menaikkan hutang luar negeri. Dalam jangka panjang, defisit yang pada mulanya hanya terjadi di current account ini dapat berimbas ke financial account karena pinjaman luar negeri tersebut akan membutuhkan pembayaran bunga dan cicilan hutang. Contoh lainnya adalah penjualan saham ke luar negeri untuk mendapatkan devisa guna menutupi defisit current account,  suatu saat tentu harus dibayar dividennya. Sama halnya dengan penjualan obligasi ke luar negeri, suatu saat akan memerlukan pembayaran bunga dan nilai muka (face value) obligasi.

C.     Defisit dan Surplus pada BOP (disequilibrium)
Meskipun secara teoritis Bop harus berada pada kondisi nol (ekuilibrium), namun pada kenyataannya ini seringkali tidak tercapai. Ada tiga jenis dan penyebab disequilibrium pada Bop :
1.      Cyclical disequilibrium.  Ada dua hal yang dapat menyebabkan ini. Pertama, siklus bisnis/ekonomi yang berbeda antar negara. Kedua, negara-negara memiliki elastisitas permintaan pendapatan (income elasticity of demand) dan/atau elastisitas permintaan harga (price elastisity of demand) yang berbeda.
2.      Secular disequilibrium. Merupakan disequilibrium jangka panjang pada Bop, terjadi karena perubahan ekonomi yang mendalam selama jangka waktu yang cukup lama. perubahan ekonomi ini biasanya disebabkan adanya fase perpindahan dari satu tahap pertumbuhan ke tahap yang lain. Negara pada tahap pertumbuhan  cenderung melakukan investasi domestik > tabungan domestik, dan impor > ekspor. Defisit Bop disini terjadi karena tidak ada dana untuk menutupi surplus impor.
3.       Structural disequilibrium. Ini terbagi menjadi dua :
· Disequilibrium pada level barang dan jasa. Terjadi ketika perubahan permintaan atau penawaran terhadap ekspor ataupun impor merubah kondisi equilibrium yang telah ada. Bisa juga terjadi ketika pendapatan banyak dihabiskan di luar negeri.
· Disequilibrium pada level faktor (harga faktor). Terjadi ketika harga faktor (misalnya tenaga kerja) tidak sesuai dengan kondisi factor endowment di suatu negara. Misalnya jika upah tenaga kerja terlalu tinggi, maka perusahaan akan cenderung mencari negara lain untuk berproduksi, tentunya yang biaya tenaga kerjanya lebih murah. Atau, impor akan barang/jasa yang membutuhkan banyak  tenaga kerja seandainya diproduksi didalam negeri akan diperbanyak. Ini akan mengakibatkan defisit pada Bop dan pengangguran di dalam negeri.


D.    Kebijakan untuk Mengurangi Defisit Bop
1.       Devaluasi, yaitu dengan menurunkan kurs tukar. Penurunan kurs tukar berarti harga barang ekspor akan lebih murah bagi konsumen luar negeri (karena kurs tukar kita melemah), dan sebaliknya harga barang impor akan menjadi mahal bagi konsumen dalam negeri. Ini akan mendorong ekspor dan menurunkan impor, sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki defisit pada Bop.
2.       Deflasi, yaitu dengan menurunkan tingkat harga umum (deflasi terjadi ketika tingkat inflasi adalah minus). Dengan tujuan untuk menurunkan permintaan agregat, pemerintah akan menaikkan pajak atau suku bunga. Naiknya pajak akan menggerus daya beli masyarakat, sedangkan naikknya suku bunga akan mendorong masyarakat untuk menabung (sehingga konsumsi berkurang). Ketika konsumsi berkurang, impor diharapkan ikut berkurang dan mengurangi defisit. Namun kebijakan ini sangat bergantung pada elastisitas permintaan akan barang impor. Selain itu, juga dapat bertentangan dengan kebijakan makro ekonomi lainnya karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menambah pengangguran.
3.       Kebijakan supply side, yaitu kebijakan dari sisi penawaran dalam suatu perekonomian. Caranya adalah dengan memanipulasi sisi penawaran (produksi) sehingga dalam jangka panjang akan meningkatkan kekompetitfan ekonomi dan ekspor negara.
4.       Proteksionisme. Misalnya dengan menaikkan tarif/cukai, memberlakukan kuota,  persyaratan impor yang ketat, syarat kandungan impor, dls. Intinya adalah untuk melindungi industri dalam negeri. Dampak negatifnya, kebijakan ini dapat menghambat produksi dalam negeri sehingga potensi ekspor ikut turun. Selain itu, industri lokal mungkin menjadi kurang kompetitif karena diproteksi.

Rabu, 19 November 2014

Keuangan Negara

MAKALAH TENTANG KEUANGAN NEGARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
§ Definisi Keuangan Negara?
§ Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara ?
§ Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
§ Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD ?
§ Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat ?
§ Pelaksanaan APBN dan APBD ?
§ Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara ?
1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
1) Definisi Keuangan Negara
2) Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
3) Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
4) Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
5) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
6) Pelaksanaan APBN dan APBD
7) Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
1.4. Sistematika Penulisan Makalah
Adapun penulisan makalah ini memiliki sistmatika:
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN:
1.1.Latar Belakang Penulisan Makalah
1.2.Tujuan Penulisan Makalah
1.3.Identifikasi Penulisan Makalah
1.4.Sistematika Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN:
2.1. Definisi Keuangan Negara
2.2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
2.3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
2.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
2.6. Pelaksanaan APBN dan APBD
2.7.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
BAB III PENUTUP:
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Keuangan Negara
“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
2.2. Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
akuntabilitas berorientasi pada hasil;
profesionalitas;
proporsionalitas;
keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara;
pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.3. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran dilakukan oleh bank sentral.
2.4. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN/APBD dalam undang-undang ini meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja /hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen perencanaan nasional lima tahunan yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara maju.
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, jika proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini diatur secara jelas mekanisme pembahasan anggaran tersebut di DPR/DPRD, termasuk pembagian tugas antara panitia/komisi anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja kementerian negara/lembaga/perangkat daerah di DPR/DPRD.
2.5. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, Pemerintah/Lembaga Asing, Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara, perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan badan pengelola dana masyarakat. Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
2.6. Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan APBN/APBD pada semester berikutnya.
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah.
2.7.Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi manfaat/hasil (outcome). Sedangkan Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD, dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output). Sebagai konsekuensinya, dalam undang-undang ini diatur sanksi yang berlaku bagi menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, serta Pimpinan unit organisasi kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN /Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
Selain itu perlu ditegaskan prinsip yang berlaku universal bahwa barang siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggungjawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Kewajiban untuk mengganti kerugian keuangan negara oleh para pengelola keuangan negara dimaksud merupakan unsur pengendalian intern yang andal.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
· Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
· Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
· Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
· Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
· Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
· Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
· Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
· Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
· Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
· Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
· Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
· Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
· Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
· Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
· Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
· Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
· Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
3.2. Saran-Saran
Ø Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan Negara yang dikelola pejabat setempat.
Ø Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi rakyat banyak seperti hak-hak atas dana pembangunan desa, atau untuk kepentingan sekolah.