Transaksi yang di Larang dalam Islam
Transaksi
yang dilarang dalam Islam
Transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam adalah
transaksi yang disebabkan oleh faktor:
A.
Haram zatnya (objek transaksinya)
Transaksi dilarang karena objek
(barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan juga dilarang
B.
Haram Selain
Zatnya (Cara Bertransaksi-nya) :
Jenis ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1. Tadlis, yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari
pihak yang bertransaksi berusaha untuk menyembunyikan informasi dari pihak yang
lain (unknown to one party) dengan maksud untuk menipu pihak tersebut atas
ketidaktahuan atas informasi tersebut.
Hal
ini bisa berbentuk kuantitas (quantity),
kualitas (quality), harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery)
atas objek yang ditransaksikan.
2. Ikhtikar. Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana
produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara
mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang dijualnya naik.
Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry
barrier (hambatan masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke
pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan
adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock (persediaan), sehingga
terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar. Ketika harga telah naik,
produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan mengambil keuntungan yang
melimpah.
3. Bai’ Najasy adalah sebuah situasi di mana
konsumen/pembeli menciptakan demand (permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak
permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara
yang bisa ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order
pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan akan
melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli,
sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar.
4.
Taghrir
(Gharar), yaitu menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi wa
Umairah: Al-ghararu manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada
baina amroini aghlabuhuma wa akhwafuhumaa. Artinya: “gharar itu
adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang paling
kita takuti”
Wahbah al-Zuhaili memberi
pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan altaghrir,
yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang
tampaknya menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh karena itu
dikatakan: al-dunya mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan
yang menipu.
Dengan demikian menurut bahasa, arti
gharar adalah al-khida` (penipuan), suatu tindakan yang
didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fiqih
berarti penipuan dan tidak mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak
dapat diserahkan.
Gharar terjadi apabila, kedua belah
pihak saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan menimpa,
apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu kontrak yang
dibuat berasaskan andaian (ihtimal) semata. Inilah yang disebut gharar (ketidak
jelasan) yang dilarang dalam Islam, kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat
menekankan hal ini, agar kedua belah pihak tidak didzalimi atau terdzalimi.
Karena itu Islam mensyaratkan beberapa syarat sahnya jual beli, yang tanpanya
jual beli dan kontrak menjadi rusak, diantara syarat-syarat tersebut adalah:
• Timbangan yang jelas (diketahui dengan
jelas berat jenis yang ditimbang)
• Barang dan harga yang jelas dan
dimaklumi (tidak boleh harga yang majhul (tidak diketahui ketika beli).
• Mempunyai tempo tangguh yang
dimaklumi
• Ridha kedua belah pihak terhadap
bisnis yang dijalankan.
Imam
an-Nawawi menyatakan, larangan gharar dalam bisnis Islam mempunyai
perananan yang begitu hebat dalam menjamin keadilan, jika kedua belah
pihak saling meridhai, kontrak tadi secara dztnya tetap termasuk dalam kategori
bay’ al-gharar yang diharamkkan.
Secara
umum, bentuk Gharar dapat dibagi menjadi 4 :
Ø Gharar dalam Kuantitas
Misalnya seorang petani tembakau sudah membuat kesepakatan
jual beli dengan pabrik rokok atas tembakau yang bahkan belum panen. Pada kasus
ini, pada kedua belah pihak baik petani tembakau maupun pabrik rokok mengalami
ketidakpastian mengenai berapa pastinya jumlah tembakau yang akan panen.
Sehingga terdapat gharar atas barang yang ditransaksikan.
Ø Gharar dalam Kualitas
Misalnya seorang pembeli sudah
membuat kesepakatan untuk membeli anak kambing yang masih berada di dalam
kandungan. Pada kasus ini, baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui dengan
pasti apakah nantinya anak kambing ini akan lahir dengan sehat, cacat, atau
bahkan mati. Sehingga terdapat ketidakpastian akan barang yang
diperjualbelikan.
Ø Gharar dalam Harga
Misalnya
Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan harga Rp 8.000.000 jika dibayar
lunas dan Rp 10.000.000 jika dicicil selama 10 bulan. Pada kasus ini, tidak ada
kejelasan mengenai harga mana yang dipakai. Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi
motornya dalam waktu kurang dari 10 bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal
inilah yang menjadi suatu ketidakpastian dalam transaksi.
Ø Gharar menyangkut waktu penyerahan
Misalnya Basti sudah lama menginginkan handphone milik Miro. Handphone tersebut
bernilai Rp 4.000.000 di pasaran. Suatu saat, handphone tersebut hilang. Miro
menawarkan Basti untuk membeli handphone tersebut seharga Rp 1.500.000 dan
barang akan segera diserahkan begitu ditemukan. Dalam kasus ini, tidak ada
kepastian mengenai kapan handphone tersebut akan ditemukan, dan bahkan mungkin
tidak akan ditemukan. Hal ini menimbulkan gharar dalam waktu penyerahan barang
transaksi.
5. Riba adalah tambahan yang
disyaratkan dalam tarnsaksi bisnis tanpa adanya pengganti (iwad) yang
dibenarkan syariah atas penambahan tersebut (Imam Sarakhzi).
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan
keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut.
Allah swt berfirman;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا
يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ
وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275]
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad saw
دِرْهَمُ
رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ
زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan
seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat
daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
Jenis-jenis Riba :
a) Riba Nasii`ah.
Riba Nasii`ah adalah tambahan yang
diambil karena penundaan pembayaran utang untuk dibayarkan pada tempo yang
baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan sanksi atas keterlambatan
pembayaran hutang, atau sebagai tambahan hutang baru. Misalnya, si A
meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B; dengan perjanjian si B harus
mengembalikan hutang tersebut pada tanggal 1 Januari 2009; dan jika si B
menunda pembayaran hutangnya dari waktu yang telah ditentukan (1 Januari 2009),
maka si B wajib membayar tambahan atas keterlambatannya; misalnya 10% dari
total hutang. Tambahan pembayaran di sini bisa saja sebagai bentuk sanksi atas
keterlambatan si B dalam melunasi hutangnya, atau sebagai tambahan hutang baru
karena pemberian tenggat waktu baru oleh si A kepada si B. Tambahan inilah yang
disebut dengan riba nasii’ah.
Adapun dalil pelarangannya adalah
hadits yang diriwayatkan Imam Muslim;
الرِّبَا
فِيْ النَّسِيْئَةِ
” Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim dari Ibnu Abbas]
b) Riba Fadlal.
Riba fadlal adalah riba yang diambil dari kelebihan
pertukaran barang yang sejenis. Dalil pelarangannya adalah hadits yang
dituturkan oleh Imam Muslim.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ
بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ
هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara,
dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan
dengan kontan”.HR Muslim dari Ubadah bin Shamit
ra).
c) Riba al-Yadd.
Riba al-Yadd yang disebabkan karena penundaan pembayaran
dalam pertukaran barang-barang. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang
melakukan pertukaran uang atau barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum
diadakan serah terima. Larangan riba yadd ditetapkan berdasarkan
hadits-hadits berikut ini;
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ
بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا
هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan,
gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma
riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali
dengan dibayarkan kontan (HR
al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab)
d) Riba Qardl.
Riba qaradl adalah meminjam uang
kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan yang harus
diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman.
Berkenan dengan
jual beli yang dilarang dalam Islam, Wahbah Al-Juhaili meringkasnya sebagai
berikut :
v Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Ulama telah sepakat bahwa jual beli di
kategorikan sah apabila dilakukan oleh orang yang baliqh, berakal, dapat
memilih. Mereka yang dipandang tidak sah jual belinya sebagai berikut :
a. Jual beli yang
dilakukan oleh orang gila.
b. Jual beli yang
dilakukan oleh anak kecil.
Terlarang
dikarenakan anak kecil belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual
beli.
c. Jual beli yang
dilakukan oleh orang buta.
Jual beli ini terlarang karena ia tidak dapat membedakan
barang yang jelek dan barang yang baik.
d. Jual beli
terpaksa
Terlarang
dikarenakan tidak adanya unsur kerelaan antara penjual atau pun pembeli dalam
akad.
e.
Jual
beli fudhul
Adalah jual beli milik orang lain tanpa seizin
pemiliknya.
f.
Jual
beli yang terhalang
Terhalang disini artinya karena bangkrut, kebodohan, atau
pun sakit.
g. Jual beli malja’
Adalah jual
beli orang yang sedang dalam bahaya, yakni untuk menghindar dari perbuatan
zalim.
v
Terlarang
Sebab Shigat
Jual
beli yang antara ijab dan kabulnya tidak ada kesesuaian maka dipandang tidak
sah. Beberapa jual beli yang termasuk terlarang sebab shiqat sebagai berikut :
a. Jual beli
Mu’athah
Jual beli yang telah disepakati oleh pihak akad,
berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab kabul.
b. Jual beli melalui surat atau melalui utusan
Dikarenakan kabul yang melebihi tempat, akad tersebut dipandang
tidak sah, sperti surat tidak sampai ke tangan orang yang dimaksudkan.
c. Jual beli dengan isyarat atau tulisan
Apabila isyarat dan tulisan tidak dipahami dan tulisannya
jelek (tidak dapat dibaca), maka akad tidak sah.
d. Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad
Terlarang karena tidak memenuhi syarat in’iqad
(terjadinya akad).
e.
Jual
beli tidak bersesuaian antara ijab dan kabul.
f.
Jual
beli munjiz
Adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau
ditangguhkan pada waktu yang akan datang.
v
Terlarang
Sebab Ma’qud Alaih (Barang jualan)
Ma’qud alaih adalah harta
yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa disebut mabi
’ (barang jualan) dan harga.
Tetapi ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama, tetapi
diperselisihkan, antara lain :
a. Jual beli benda
yang tidak ada atau dikhwatirkan tidak ada
b. Jual beli yang
tidak dapat diserahkan
Contohnya jual
beli burung yang ada di udara, dan ikan yang ada di dalam air tidak berdasarkan
ketetapan syara’.
c. Jual beli gharar
Adalah jual
beli barang yang menganung unsur menipu (gharar).
d. Jual beli barang
yang najis dan yang terkena najis
Contohnya :
Jual beli bangkai, babi, dll.
e.
Jual
beli air
f.
Jual
beli barang yang tidak jelas (majhul )
Terlarang
karenakan akan mendatangkan pertentangan di antara manusia.
g.
Jual
beli barang yang tidak ada di tempat akad (gaib), tidak dapat dilihat
h.
Jual
beli sesuatu sebelum di pegang
i.
Jual
beli buah-buahan atau tumbuhan
Apabila
belum terdapat buah, disepakati tidak ada akad. Setelah ada buah, tetapi belum matang, akadnya fasid.
v Terlarang Sebab Syara’
Jenis jual beli
yang dipermasalahkan sebab syara’ nya diantaranya adalah :
a. Jual beli riba
b. Jual beli dengan uang dari barang yag
diharamkan
Contohnya jual beli khamar, anjing,
bangkai.
c. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang
Yakni mencegat pedagang dalam
perjalanannya menuju tempat yang di tuju sehingga orang yang mencegat barang
itu mendapatkan keuntungan.
d. Jual beli waktu adzan jum’at
Terlarang dikarena bagi laki-laki yang
melakukan transaksi jual beli dapat mengganggukan aktifitas kewajibannya
sebagai muslim dalam mengerjakan shalat jum’at.
e.
Jual
beli anggur untuk dijadikan khamar
f.
Jual
beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
g.
Jual
beli hewan ternak yang masih dikandung oleh induknya.
Daftar Pustaka
Rahmat
Syafe’i MA, Prof., Dr., 2004, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung
Saefuddin, AM.
Nilai-nilai sistem ekonomi Islam. Media Dakwah: Jakarta 1984
Ahkam min Al-Qur`an).
Jilid 1. Cetakan I. Alih bahasa Mu`ammal Hamidy & Imron A. Manan. (Surabaya
: PT. Bina Ilmu)
Rambe, Nawawiah, Drs, 1994, Fiqih Islam, Duta Pahala, Jakarta.
Rambe, Nawawiah, Drs, 1994, Fiqih Islam, Duta Pahala, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar